JALAN TOL

Tak Banyak Tahu Jalan Tol Singkatan dan Sejarahnya Indonesia

Tak Banyak Tahu Jalan Tol Singkatan dan Sejarahnya Indonesia
Tak Banyak Tahu Jalan Tol Singkatan dan Sejarahnya Indonesia

JAKARTA - Setiap hari, jutaan kendaraan melaju di jalan tol untuk memangkas waktu tempuh dan menghindari kemacetan. Jalan bebas hambatan ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari mobilitas masyarakat modern, terutama di kawasan perkotaan dan jalur antarkota. Namun, di balik fungsinya yang akrab digunakan, masih banyak orang yang belum mengetahui makna sebenarnya dari kata “tol”.

Sebagian besar pengguna jalan tol menganggap istilah tersebut hanya sebagai sebutan umum bagi jalan berbayar. Padahal, tol bukan sekadar nama, melainkan sebuah singkatan yang memiliki arti dan sejarah tersendiri. Fakta ini kerap luput dari perhatian, meskipun tarif tol dibayarkan hampir setiap kali melintas.

Di Indonesia, pengelolaan dan pengaturan jalan tol berada di bawah kewenangan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Lembaga ini bertugas memastikan penyelenggaraan jalan tol berjalan optimal dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dari sisi pengguna, kewajiban membayar tarif tol menjadi konsekuensi dari pemanfaatan infrastruktur tersebut, dengan besaran yang ditentukan berdasarkan jarak tempuh dan ruas yang dilalui.

Makna Singkatan Tol yang Jarang Diketahui

Dikutip dari laman resmi Daihatsu, istilah tol ternyata merupakan singkatan dari tax on location, yang berarti penarikan pajak di lokasi. Konsep ini menjelaskan mengapa pengendara dikenakan tarif ketika menggunakan jalan tol. Pembayaran dilakukan langsung saat mengakses jalan tersebut, baik melalui gerbang tol konvensional maupun sistem transaksi elektronik.

Makna tax on location mencerminkan prinsip dasar jalan tol sebagai infrastruktur berbayar. Tarif yang dikenakan tidak bersifat seragam, melainkan menyesuaikan ruas tol yang digunakan dan jarak tempuh kendaraan. Semakin jauh perjalanan di jalan tol, semakin besar pula biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna.

Meski istilah ini berasal dari bahasa Inggris, penggunaan kata “tol” telah melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Seiring waktu, banyak pengguna jalan yang tidak lagi mempertanyakan kepanjangan atau asal-usulnya, melainkan lebih fokus pada fungsi dan manfaatnya dalam mempercepat perjalanan.

Awal Sejarah Jalan Tol di Indonesia

Melansir situs resmi bpjt.pu.go.id, sejarah jalan tol di Indonesia dimulai pada 1978 dengan dioperasikannya Tol Jagorawi. Ruas tol pertama ini memiliki panjang 59 kilometer, termasuk jalan akses, dan menghubungkan Jakarta, Bogor, serta Ciawi. Kehadiran Tol Jagorawi menjadi tonggak penting dalam pembangunan infrastruktur transportasi nasional.

Sejak saat itu, pembangunan jalan tol terus berkembang dan meluas ke berbagai wilayah. Tol tidak hanya menjadi sarana penghubung antarkota, tetapi juga berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, distribusi logistik, dan pemerataan pembangunan.

Dalam perkembangannya, jalan tol menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan konektivitas nasional. Keberadaan BPJT sebagai lembaga pengatur memastikan bahwa pengelolaan jalan tol dilakukan sesuai standar, baik dari sisi pelayanan, keselamatan, maupun keberlanjutan investasi.

Jalan Tol sebagai Bisnis Infrastruktur Bernilai Tinggi

Selain berfungsi sebagai fasilitas publik, jalan tol juga merupakan sektor bisnis yang menjanjikan. Proyek infrastruktur berskala besar ini dinilai menarik karena dapat menjadi aset investasi jangka panjang. Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap jalan tol membuat arus pendapatan relatif stabil, terutama di kawasan dengan volume lalu lintas tinggi.

Kondisi tersebut mendorong sejumlah konglomerat Indonesia untuk terjun ke bisnis jalan tol. Salah satu pemain besar adalah Grup Salim yang dipimpin oleh Anthoni Salim. Grup ini dikenal sebagai salah satu konglomerasi yang memiliki kepentingan besar dalam pengelolaan jalan tol di Indonesia.

Nama lain yang tak kalah dikenal adalah Jusuf Hamka melalui perusahaannya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). Perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan jalan tol swasta pertama di Indonesia. CMNP memiliki total tujuh ruas jalan tol yang sebagian besar berada di kawasan strategis Jabodetabek, menjadikannya salah satu pemain utama dalam industri ini.

Perluasan Bisnis Tol oleh Konglomerat Nasional

Selain Salim Group dan CMNP, konglomerat lain juga aktif mengembangkan proyek jalan tol. Grup Agung Sedayu milik Sugianto Kusuma alias Aguan, misalnya, tengah menggarap Jalan Tol Kamal–Teluknaga–Rajeg. Ruas tol ini dirancang untuk menghubungkan wilayah Kabupaten Tangerang dengan sisi utara Jakarta.

Nilai investasi proyek tersebut mencapai Rp23,22 triliun dan ditargetkan rampung pada 2025. Dalam pengembangannya, Grup Agung Sedayu bekerja sama dengan Grup Salim melalui konsorsium PT Duta Graha Karya. Konsorsium ini juga dikenal sebagai pengembang kawasan kota mandiri Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 atau The New Jakarta City.

Grup Sinar Mas pun turut meramaikan bisnis jalan tol. Melalui Sinar Mas Land dan PT Trans Bumi Serbaraja, grup ini menjadi badan usaha jalan tol (BUJT) untuk Jalan Tol Serpong–Balaraja. Ruas tol tersebut resmi beroperasi pada 30 September lalu dan menjadi bagian penting dalam meningkatkan konektivitas di wilayah Banten.

Melihat perkembangan tersebut, jalan tol tidak hanya berperan sebagai sarana transportasi, tetapi juga sebagai instrumen ekonomi yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah hingga pelaku usaha besar. Di balik kemudahan perjalanan yang dirasakan pengguna, terdapat sejarah, regulasi, dan investasi besar yang menopang keberadaan jalan tol di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index